Sulit bagi saya untuk menulis lagi setelah sekian lama terhenti. Tapi tidak ada salahnya dicoba lagi. Ada serangkaian hal di tahun lalu yang membuat saya menjadi tidak aktif menulis, karena kesibukan lain yang menarik dan cukup emosional.
Janis mulai masuk sekolah
Di usianya yang saat itu menginjak 3 tahun 3 bulan, kami mendaftarkan Janis untuk mengikuti kelas nursery di Sekolah Indonesia Singapura (SIS), supaya dia bisa bersosialiasi dengan teman-teman sebayanya. Kelasnya sendiri hanya berlangsung selama dua jam. Kemudian, karena satu dan lain hal, program nursery dan TK di sekolah ini terpaksa berhenti, sehingga kami harus pindah ke sekolah lain.
Sejak awal Januari, Janis mulai sekolah di tempat yang baru. Jaraknya cukup dekat dari tempat kami tinggal, sekitar 1,7 km. Waktu belajarnya pun cukup lama, 4 jam, dengan tambahan pelajaran bahasa Mandarin setiap harinya selama 30 menit.
Menyiapkan bekal
Ini juga sesuatu yang baru untuk saya. Begitu Janis masuk sekolah di SIS, kami diwajibkan untuk membawakan bekal (boleh snack atau makanan berat) secukupnya untuk dimakan di kelas, dalam rangka melatih kemandirian (makan dan minum sendiri), tanggung jawab (menghabiskan bekalnya) dan tentu saja bersyukur (dengan apa yang sudah ada. Bahkan bekalnya pun penuh syarat, tidak boleh sesuatu yang manis seperti cokelat atau permen, chips, fast-food. Sebetulnya ada lauk katering yang bisa dibawa untuk bekal Janis, tapi rasanya tidak mungkin. Seringkali ketika kami mau berangkat ke sekolah (di SIS, Janis masuk sekolah siang hari), kateringnya baru datang.
Mau tidak mau, akhirnya saya masak. Harapan saya, dengan memasak maka saya bisa menyesuaikan masakan apa yang menjadi favoritnya Janis, sehingga tidak mubazir. Terlebih Janis termasuk yang selektif dalam hal makanan. Lalu, apakah Janis selalu menghabiskan bekalnya? Enggak. Ada kalanya bekalnya tidak disentuh sama sekali. Sedih sih, tapi setidaknya saya berusaha untuk menyiapkan bekal yang sehat dan fresh setiap hari untuknya (juga untuk suami).
Diaper-free
Ini adalah cita-cita kami sejak Janis berusia dua tahun. Tapi ya, ternyata semua kembali kepada kesiapan masing-masing anak dan juga orang tuanya. Potty training ini justru dimulai bulan Desember lalu, ketika Janis izin tidak masuk sekolah dikarenakan batuk dan pilek. Prosesnya kurang dari dua minggu. Selama di rumah, Janis selalu memakai panty, Jangan tanya tentang ‘kecelakaan’ karena berkali-kali terjadi, baik siang maupun malan hari. Bahkan kami sampai pernah mengganti seprai dan selimut tengah malam, hihihi. Hikmahnya, selama terjadi ‘kecelakaan’ Janis jadi risih dan merasa harus selalu segera ke toilet. Kemudian, diaper-free pun jadi kenyataan, horeee!
Teman baru
Ketika Janis mulai masuk sekolah, saya juga punya teman baru, para ibu yang menginspirasi. Makin sering saya berkumpul dengan mereka, semakin banyak saya tahu, bahwa ibu-ibu juga butuh bersosialisasi, bukan hanya sekedar mengurus keluarga dan urusan rumah tangga. Walau hanya sekedar makan bareng di kantin sekolah, tapi semuanya terasa bermakna. Ada kalanya mengeluh tentang pekerjaan rumah yang belum selesai, bingung mau masak apa untuk keluarga, atau sekedar bercerita tentang suka duka merantau dan lainnya. (more…)